Halaman Depan

Agenda Remaja Masjid

Buletin Rihlah

Buletin Untaian Kata

Contact Person



MENGHIDUPKAN KEMBALI RISALAH MASJID

 

 

Masjid di Masa Lalu

Membangun masjid adalah pekerjaan pertama yang dilakukan Rasulullah saw ketika sampai di Madinah. Masjid adalah sarana utama untuk pemberdayaan sumber daya masyarakat Islam. Masjid pada masa Rasulullah saw dan generasi Islam pertama dijadikan pusat kegiatan dakwah, sentra pengembangan keilmuan, pemikiran, moral, pendidikan dan sosial. Di sanalah tempat para sahabat menimba ajaran-ajaran Islam dan tempat memecahkan segala urusan mereka sehari-hari.

Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata, ia telah dijadikan pusat aktivitas umat.

Hal-hal yang dapat direkam tentang sejarah fungsi masjid diantaranya:

1.       Tempat latihan perang. Rasulullah mengizinkan ’Aisyah menyaksikan dari belakang beliau, orang-orang Habsyah (Ethiopia) berlatih menggunakan tombak mereka di masjid Rasulullah pada hari raya. (HR. Al-Bukhari)

2.       Balai pengobatan tentara muslim yang terluka. Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq, maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid. (HR. Al-Bukhari)

3.       Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw, beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat penjamuan mereka. (HR. Al-Baihaqi)

4.       Tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah, seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan. (HR. Al-Bukhari)

5.       Pengadilan. Rasulullah saw menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.

Selain hal-hal di atas, masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing, musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan, minum, pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid, Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur, mengajari yang tidak tahu, menolong orang miskin, mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan, menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat, menerima utusan suku-suku dan negara-negara, menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri.

Masjid Rasulullah saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu, mensucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yang mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Sebuah masjid yang telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi.

Melemahnya Fungsi Masjid

Saat ini, sangat sulit mendapatkan masjid yang difungsikan secara ideal menurut sunnah Rasulullah. Secara umum, ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelolaan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama, pengelolaan masjid secara konvensional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimensi vertikal saja, sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid (baca: agama). Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk sholat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib, Isya’ dan Subuh.

Tipe lainnya adalah pengelolaan masjid yang melewati batasan syara’. Biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara menyimpang di masjid (aulanya). Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau tarian, perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tidak pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi-dimensi sosial--yang ironinya menabrak syari’at Islam--dan mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas. Belum lagi setiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda dengan masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus, jarangnya pengurus dan jamaah sekitar yang sholat ke masjid dll.

Mengembalikan Risalah Masjid

Jumlah masjid di Indonesia pada saat ini sekitar 600.000 buah. Jika umat Islam berjumlah sekitar 160 juta jiwa, rata-rata setiap masjid membawahi sekitar 267 jamaah. Ini adalah sebuah potensi luar biasa jika dikelola dengan baik.

Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu kala memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah, kesungguhan dalam bekerja, kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Secara umum, Allah telah memberikan beberapa kriteria amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid. FirmanNya dalam surat At-Taubah : 18: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu, menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik utuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya, tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam.

Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dengan menggalakkan sholat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan terlebih dahulu memahamkan pentingnya sholat berjamaah.

Ibnu Mas’ud berkata: “…Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah menulis setiap langkah yang ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah meninggikan satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan (sholat berjamaah) kecuali seorang munafik yang tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu (sampai terjadi) ada seorang laki-laki yang dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf (agar bisa sholat berjamaah).”   

Dari sini, lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam.

Wallaahu A’lam Bish Showab