KRISIS IDENTITAS
Arus
kesadaran “ber-Islam” di berbagai ummat, makin lama nampak makin semarak. Di
tempat-tempat yang selama ini “asing” terhadap sesuatu yang berbau Islam, kini
mulai disentuh dan diwarnai rasa keagamaan. Fenomena ini tentu patut disyukuri.
Namun demikian, mayoritas umat Islam nampaknya masih berada dalam kebingungan
dan kelalaian. Kehidupan mereka masih jauh dari tuntunan Islam.
Hari ini
masih banyak ummat Islam yang malu dengan identitas keislamannya. Hal-hal yang
menjadi ciri keislaman ditinggalkan satu-persatu, karena menganggap hal itu
kuno dan terbelakang. Nama-nama yang berlabel Islam diganti dengan nama-nama
lain yang berasal dari Barat. Lembaga-lembaga pandidikan berciri Islam dijauhi,
karena dianggap tidak berbobot. Sementara pada saat yang sama sekolah-sekolah
milik non-muslim dijejali anak-anak muslim.
Bila
berada di tengah-tengah orang ramai, mereka enggan mengucapkan salam kepada
sesama muslim, enggan mengutip ayat Al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara,
sebaliknya merasa keren bila bisa mengucapkan sepatah dua patah kata berbahasa
Inggris.
Bukan itu
saja, anak-anak muslimin banyak yang lebih mangenal tokoh-tokoh khayal dari
film atau komik ketimbang para shahabat-shahabat Rasulullah saw. Mereka suka
dengan Sinchan, SonGokou, Kenshin, Detektif Conan dsb. Mereka sudah tidak
mengenal lagi siapa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usamah bin Zaid,
Saad bin Abi Waqqash, Shalahuddin Al Ayyubi, Umar Mukhtar dsb.
Yang lebih
parah adalah gejala yang mewabah pada wanita muslimah. Mereka bukan saja
meninggalkan identitas kemuslimahan, tetapi juga melanggar syariat dalam
berbusana dan bergaul dengan cara-cara non-muslim.
Tidak
dapat dipungkiri , sebab utama munculnya berbagai gejala aneh itu adalah arus
invasi pemikiran yang bagaikan air bah datang melanda ummat Islam dari
Barat. Namun sebenarnya arus itu tak ada artinya seandainya saja ummat Islam
memiliki keteguhan pendirian dan bertahan dengan identitas mereka. Ummat Islam
sendiri memang tidak bersiap melawan invasi pemikiran tersebut sehingga dengan
mudah terjerat.
Di antara
sebab-sebab pokoknya ialah:
1. Jahil
terhadap prinsip-prinsip Islam
Masih
banyak muslim yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti dengan
prinsip-prinsip aqidah Islam. Mereka belum tuntas memahami dan menghayati
makna iman yang sebenarnya. Mereka menganggap iman sekadar kepercayaan dan
ucapan syahadat belaka, tanpa konsekuensi perbuatan. Padahal amal dan perilaku
keseharian itulah bukti iman seseorang. Tidak beriman seseorang yang tingkah
lakunya bertabrakan dengan tuntunan iman.
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang
lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana
orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah
orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.”
(Al
Baqarah : 13)
2. Jahil
terhadap sunnatullah di alam semesta
Kebodohan
dalam sunnatullah di alam semesta membuat ummat terbelakang dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Padahal kandungan Al-Qur’an amat banyak memuat
sunnah kauniyah yang menjadi dasar-dasar ilmiah sains dan teknologi.
Akibatnya, banyak orang Islam yang terkagum-kagum pada Barat, lantaran
menganggap mereka sebagai pencipta dan penemu ilmu dan kemudian menelan
bulat-bulat muatan ideologis yang disusupkan dalam saintek tersebut.
Padahal
ilmu dan teknologi adalah karunia Allah swt kepada seluruh manusia.
“(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur'an. Dia menciptakan
manusia, Mengajarnya pandai berbicara.”
(Ar Rahman
: 1-4)
Muslim
sejati tidak menolak sains dan teknologi, tetapi menentang dengan keras
nilai-nilai jahiliyah yang disisipkan di dalamnya.
3. Tidak
peduli urusan ummat Islam
Mereka
lebih tertarik dengan kejadian di mancanegara yang menyangkut kehidupan
orang-orang sekuler, artis-artis penghibur, tokoh negarawan Barat ketimbang
nasib ummat Islam di dunia. Mereka lebih tahu tentang tingkah polah Maradonna
yang “porno” itu ketimbang kondisi ummat Islam di Bosnia, Kashmir, Pattani
atau Moro. Padahal Rasulullah telah menyatakan :
“Dan
barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, bukanlah termasuk
golongan mereka.”
(HR. Abu
Daud)
4. Kagum
dengan yang berbau asing
Di antara
watak bangsa terjajah adalah mengagumi penjajahnya. Maka tidak heran bila
negeri-negeri kaum muslimin masih tercengang memandang kemajuan Barat (Eropa,
Amerika, Jepang) yang pernah menjajah mereka dahulu. Sebenarnya, setelah
penjajahan fisik usia, penjajahan secara ideologis dan peradaban masih terus
berlangsung, bahkan berjalan lebih hebat lagi. Ini tak ubahnya kondisi Bani
Israil yang baru lepas dari penjajahan bangsa Mesir di masa Nabi Musa as.
“Dan
Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka
sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil
berkata: "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana
mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu
ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)".
(Al A’raaf : 138)
5.
Mencintai dunia dan meninggalkan akhirat
Kelemahan
iman membuat kaum muslimin terjangkit penyakit wahan (cinta dunia dan
takut mati). Mereka mengejar dunia yang dimiliki orang-orang kafir dengan
menanggalkan dan meninggalkan keimanan. Mereka lupa bahwa akhirat itu
sebenarnya lebih kekal dan penuh keni’matan dibandingkan dunia yang merupakan
ujian dan sementara ini.
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah
beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.” (Al Baqarah : 16-17).
Wallahu A’lam Bish Showab
Dikutip dari Lembaran Dakwah Hanif