Halaman Depan

Agenda Remaja Masjid

Buletin Rihlah

Buletin Untaian Kata

Contact Person



HUKUM NYANYIAN DALAM ISLAM

Sejak jatuhnya negeri-negeri Islam ke tangan penjajah Timur (Rusia) dan Barat pada abad XIX M (XIII H) mereka menjajahkan dan menerapkan kebudayaan mereka yang kufur dan sangat hina di mata Allah. Tetapi kini tragisnya perbuatan tersebut telah dianggap suatu perbuatan yang tidak dianggap dosa ataupun buruk bagi kaum muslimin yang rendah ilmu keIslamannya. Bahkan mereka tidak malu untuk melakukannya di depan umum.

Setiap tingkah laku manusia akan selalu terikat dengan ketetapan hukum Allah SWT, sebagaimana para ulama’ menetapkan dalam qaidah ushuliyah “Asal dari suatu perbuatan harus terkait dengan hukum syara’ yang membangun aktivitas tersebut”. Bagaimana halnya dengan nyanyian, yang sementara ini telah tersosialisasi dengan fenomenal pada kehidupan kita, khususnya kawula muda yang biasanya kebanyakan lebih mengutamakan nafsunya tanpa ingin tahu bagaimana sih hukum Islam dalam memandang nyanyian.

Dasar Hukum

1.  Hadist Imam Thirmidzi: “Pada umma ini berlaku tanah lonsor, pertukaran rupa, dan kerusuhan.” Berkata salah seorang di antara kaum muslimin, “Kapan yang demikian itu terjadi, ya Rasululloh?” Beliau menjawab, “Apabila telah muncul biduanita, alat-alat musik dan minum arak di tengah kaum muslimin.”

2.  Hadist Riwayat Abu Dawud : “Lagu atau nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati.

3.  HR. Ibnu Ghailan Al Bazzaz bin Abi Thalib : “Aku diutus untuk menghancurkan seruling-seruling.”

“Penghasilan penyanyi lelaki maupun perempuan adalah haram.”

4.     HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra : “Aku telah diziarahi oleh Abu Bakar r.a di  rumahku. Ketika itu di sampingku ada dua orang jariah yaitu gadis dari golongan Anshar, sedang mendendangkan syair golongan Anshar pada Hari Bu'as yaitu hari tercetusnya peperangan antara golongan Aus dan Khazraj. Aisyah berkata: ‘Sebenarnya mereka berdua bukanlah penyanyi.’ Abu Bakar r.a berkata: ‘Patutkah ada nyanyian syaitan di rumah Rasulullah s.a.w dan pada Hari Raya pula?’ Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: ‘Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai Hari Raya dan ini adalah Hari Raya kami.’”

5.     HR. Imam Ahmad,  Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. : “Aku pernah mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki kalangan Anshar. Maka Nabi Saw. bersabda: “Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang Anshor senang dengan hiburan (nyanyian).”

Pendapat Para Ulama’ dan Imam

1.     Al Muhasibi : Menyanyi itu haram seperti haramnya bangkai.

2.     At Thursusi bahwa Imam Syafi’i berpendapat nyanyian itu adalah permainan makruh yang menyerupai pekerjaan yang tidak benar/batil. Orang yang banyak melakukannya adalah orang yang tidak beres pikirannya dan ia tidak boleh menjadi saksi.

3.     Dari murid–murid Al Baghawi : nyanyian itu haram didengarkan dan dikerjakan.

4.     Jama’ah Sufiah : boleh bernyanyi dengan atau tanpa iringan alat musik.

5.     Al Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi’i: sepanjang pengetahuannya tidak ada seorang pun ulama’ hijaz yang benci mendengarkan nyanyian suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik dan dilarang oleh syara’.

6.     Ulama’ Hanafiah: nyanyian yang diharamkan yaitu yang mengandung hal yang tidak baik (tidak sopan), seperti menyebutkan sifat jejaka, atau sifat-sifat wanita yang masih hidup (menjurus) dan percintaan. Yang boleh yaitu nyanyian yang memuji keindahan bunga, air terjun, gunung dan pemandangan lainnya.

7.     Para ulama Malikiyah: alat-alat permainan yang digunakan untuk memeriahkan pesta pernikahan hukumnya boleh.

8.     Para ulama Hambaliyah: Nyanyian atau  lagu hukumnya boleh, tidak boleh menggunakan alat musik, seperti gambus, seruling, rebana, dsb.

 Nyanyian Halal

Suatu ketika Abu Bakar menegur dua orang wanita yang sedang bernyanyi di rumah Rasulullah SAW, kemudian beliau berkata kepadanya: “Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya.”  (HR Muslim No.17 & HR. Bukhoro No. 987)

Demikian pula Rasulullah yang mulia pernah bersabda kepadaada Aisyah Ra :“Apakah engkau sudah membawa seseorang bersamanya untuk bernyanyi?” (HR. Ibnu Majah No. 1900)

Kesimpulan I

Nyanyian yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya memiliki sifat tidak boleh bercampur dengan sesuatu yang diharamkan Allah SWT. Ia tidak disertai dengan kalimat-kalimat yang memuji kecantikan dan keelokan tubuh wanita, tidak pula disertai dengan mabuk-mabukan, kalimat yang menganjurkan percintaan, pacaran, pergaulan bebas, bercampur aduknya laki-laki dan wanita dsb. Kecuali bila diadakan di rumah-rumah dan semua orang yang terlibat baik laki-laki dan wanitanya merupakan satu anggota keluarga.

Status nyanyian di atas sama halnya dengan nyanyian yang membangkitkan semangat jihad, atau nyanyian pemujaan terhadap keagungan Allah. Bisa pula ini dianalogkan dengan lagu-lagu berkisar keindahan alam serta kecintaan kepada Rasulullah.

Nyanyian Haram

Sabda Raulullah dalam sebuah hadistnya:

“Sekelompok dari umatku akan minuim khamr dan menyebutnya dengan nama baru selain nama khamr. Para pemusik bersama penyanyi wanita akan melakukan pertunjukan di hadapan mereka. Kemudian mereka akan dilenyapkan dalam tanah (oleh Allah) dan dijadikan sebagian dari mereka dalam bentuk kera dan iblis.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan disahihkan oleh Ibnu Hibban)

Kesimpulan II

Jenis nyanyian yang diharamkan terbatas pada nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram atau kemungkaran, semisal meminum Khamr, menampilkan aurat wanita yang menyanyi, dan isi syairnya bertentangan dengan hukum Allah atau melanggar etika kesopanan Islam. Contoh untuk ini adalah syair lagu kerohanian selain Islam, lagu asmara atau percintaan yang mengarah kepada perbuatan maksiat, kotor, jorok/porno, tidak peduli apakah nyanyian tersebut dalam bentuk vokal atau diiringi dengan musik, baik yang menyanyikan seorang laki-laki ataupun wanita.

Khatimah

Wahai generasi muda, kalian adalah tumpuan kejayaan dien yang mulia ini, janganlah kehidupan ini kalian habiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi aktivitas yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka.

Akhirnya…… Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain, berilah yang terbaik untuk dien-mu maka Allah akan memberi yang terbaik bagimu.

Wallahu A’lam bish-Showab

Rangkuman dari buku Seni Dalam Pandang Islam