DARI KESATUAN IBADAH
MENUJU PERSATUAN INDONESIA
Dalam Al-qur’an Ibrahim a.s. digambarkan
sebagai orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga perintah
apapun ia lakukan walaupun harus bertentangan dengan pikiran dan perasaannya.
Ketika Ismail lahir, Allah menyuruhnya membuang ummu Ismail dan anaknya di
sebuah lembah yang gersang. Tatkala Ibrahim meninggalkan mereka dengan sebuah
ghoribah air, ummu Ismail bertanya: “Mau kemana engkau, Ibrahim, engkau
tinggalkan kami di lembah yang tiada siapapun dan apapun ?” Ibrahim tidak
menjawab. Ketika ummu Ismail bertanya: “Kepada siapa engkau titipkan kami di
sini ?” Ibrahim menjawab “Kepada Allah.” Ummu Ismail menjawab dengan penuh
keimanan, “Kalau begitu, aku rela karena Allah.”
Ketika Ibrahim a.s. diperintahkan untuk
menyembelih Ismail, dimintanya pendapat anaknya walaupun ia sudah siap untuk
melakukannya: “Bagaimana pendapatmu?”
Ismail menjawab seperti ibunya dulu:
“Lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah. Insya Allah aku akan sabar.”
Inilah tauhidul ibadah (kesatuan ibadah),
hanya menghambakan diri kepada Allah. Dan hanya dengan inilah, tauhidul ummah,
kesatuan ummah dapat diwujudkan. Pasrahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan
Allah, walaupun pikiran dan perasaan memberikan anjuran yang lain.
Tauhidul ibadah, kesatuan ibadah bagi seorang
pelajar (siswa) ialah bila suatu ketika mengikuti ulangan atau tes digoda
untuk ngerpek atau nyontek, maka ia ingat bahwa Allah menyuruhnya berlaku
jujur, karena perbuatan nyontek atau ngerpek adalah perbuatan yang tidak
jujur. Ketika pikirannya menyatakan bahwa teman sekelas begitu, dan
perasaannya menawarkan harga diri dan kesenangan, maka ia membisikkan dalam
hatinya ucapan ummu Ismail dan putranya: “Aku ridha dengan ketentuan Allah,
Engkau akan mendapatkan aku, Insya Allah sebagai siswa yang sabar.”
Tauhidul ibadah,
kesatuan ibadah bagi seorang guru dalam ikut serta menyiapkan generasi yang
lebih berkualitas ialah bila suatu saat digoda untuk memanipulasi data dan
angka nilai atas dasar kebencian, kesenangan dan diskriminasi, maka ingatlah
ia bahwa Allah menyuruh berlaku jujur, obyektif dan apa adanya. Ketika
pikirannya menyatakan bahwa guru lain pun begitu pula, dan perasaannya
menawarkan hati dan kesenangan, maka ia membisikkan dalam hati ucapan ummu
Ismail dan anaknya: “Aku ridha dengan ketentuan Allah. Engkau akan mendapatkan
aku Insya Allah sebagai guru yang sabar.”
Tauhidul ibadah, kesatuan ibadah bagi seorang
remaja yang mulai memilih hidup dengan bimbingan agama, walaupun
teman-temannya mengejeknya sebagi muslim yang fanatik dan ortodoks, dan harus
kehilangan banyak kesenangan masa mudanya, maka ia bisikkan kembali ucapan
ummu Ismail dan anaknya: “Aku ridha dengan ketentuan Allah. Engkau akan
mendapatkan aku, insya Allah sebagai seorang yang sabar.”
Hanya dengan tauhidul ibadah, maka tauhidul
ummah (kesatuan persaudaraan) dapat diwujudkan. Konsep ini ternyata mampu
membentuk bangsa dan mendirikan negara Indonesia yang kita cintai ini. Kita
harus mengetahui akan sejarah terbentuknya bangsa dan negara Indonesia agar
menyadari bahwa Islam mempunyai konstribusi yang signifikan.
Mengapa kita menjadi
bangsa ini ? Ini karena setiap daerah (lokal) mempunyai ingatan kolektif yang
bisa mengingatkan diri mereka dengan lokalitas yang lain. Sebuah kelompok suku
bangsa mempunyai ingatan kolektif melalui hubungan mereka dengan suku bangsa
yang lain. Sebagai contoh, orang Makasar akan selalu ingat bahwa mereka
diIslamkan oleh tiga ulama’ dari Minangkabau. Orang Minangkabau juga ingat
bahwa tradisi sekolah agama mereka itu berasal dari Aceh. Orang Jawa akan
selalu ingat bahwa mereka Islam karena Wali Songo, dan tradisi Wali Songo
itu tidak terpisah dari tradisi Samudera Pasai. Seandainya dibuat gambar maka
seluruh Indonesia itu diikat oleh jaringan yakni “Network of Collection
Memory”. Jaringan seperti inilah dapat menjadikan pribadi mereka merasa
bersaudara, senasib dan seperjuangan, sehingga terbentuklah kepribadian dan
jati diri bangsa Indonesia yang religius Islam. jadi bukan dari Budi Utomo
semata seperti dalam pandangan sejarah modern yang telah dipolitisir.
Sesungguhnya (agama
tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu,
maka sembahlah Aku.(Al-anbiya’ : 92)
Jadi antara umat agama yang satu dengan umat
agama yang lain tak perlu berhadap-hadapan apalagi bermusuhan, antar umat
beragama untuk saling berlomba ke arah kebaikan, tentu saja kita sebagai umat
Islam harus mengamalkan firman tersebut, sehingga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia kembali kokoh untuk menuju Indonesia baru dengan terwujudnya
masyarakat madani di bawah lindungan dan ampunan Allah SWT.
Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat.(Al Hujurat : 10)
Wallahu A’lam
bish-Showab
Sari khutbah Idul Adha di
SMUNSASOO oleh Drs. M. Kholiq